Minggu, 07 Oktober 2012

Menilik Keabsahan Ucapan Ibnu Taimiyyah: “Allah turun ke langit dunia seperti turunnya aku dari mimbar ini.”

Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Al-Maghribi yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Batutah, seorang pengembara terkenal abad 14 asal Maroko berkata tentang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Aku ketika itu berada di kota Damaskus, maka aku menghadiri (ceramah) beliau pada hari jum’at dan beliau sedang memberikan nasehat kepada kaum muslimin di atas mimbar Masjid Jami’, dan mengingatkan mereka. Diantara yang beliau ucapkan ketika itu adalah: ‘Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia seperti turunnya aku ini, kemudian ia turun satu tingkat dari mimbar (masjid Jami’).”
—————————
Ucapan Ibnu Batutah ini telah dijawab oleh Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad Bahjah Al-Baithor dalam kitabnya Hayatu Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah hal.36-37, dengan jawaban sebagai berikut:

Pertama: Bahwa Ibnu Batutah tidak pernah mendengar dari Ibnu Taimiyah dan tidak pernah berkumpul dengannya. Karena, tibanya Ibnu Batutah di kota Damaskus adalah pada hari kamis tanggal 19 Ramadhan yang barakah tahun 726 H. Sedangkan Ibnu Taimiyah masuk penjara Qol’ah Damaskus pada awal-awal bulan Sya’ban ditahun tersebut. Beliau tinggal disitu sampai diwafatkan Allah Ta’ala, yaitu pada malam Senin tanggal 20 Dzul Qo’dah tahun 728 H. Bagaimana mungkin Ibnu Batutah melihatnya sedang menasehati kaum muslimim diatas mimbar Masjid Jami’, padahal beliau ketika itu sedang dipenjara?!

Kedua: Syaikhul Ibnu Taimiyah sama sekali tidak pernah memberikan nasehat kepada kaum muslimin diatas mimbar Masjid Jami’, beliau hanya duduk diatas kursi.
Al-Hafizh Adz-Dzahabi (beliau adalah murid senior Ibnu Taimiyyah) berkata: “Telah tersiarlah keadaan beliau, dan membahana nama baik beliau. Beliau mengajar tafsir Al-Kitabul ‘Aziz (Al-Qur’an) dari hafalan beliau pada setiap hari jum’at diatas kursi.”
Ketiga: Sesungguhnya apa yang disebutkan Ibnu Batutah diatas berbeda dengan apa yang disebutkan Ibnu Taimiyah didalam sekian banyak kitab-kitabnya, yaitu wajib menetapkan nama dan sifat untuk Allah dengan penetapan yang tidak mengandung penyerupaan. Dan wajib membersihkan nama dan sifat Allah dari penyerupaan terhadap sifat makhluk dengan bentuk pembersihan yang tidak mengandung pengingkaran.
Dan apa yang disebutkan Ibnu Batutah diatas adalah penyerupaan (sifat Allah dengan sifat makhluk) yang sangat ditentang oleh Ibnu Taimiyyah dalam sekian kitab-kitabnya.
Beliau berkata didalam kitabnya Al-‘Aqidah Al-Wasitiyah:
ومن الإيمان بالله الإيمان بما وصف به نفسه في كتابه وبما وصفه به رسوله محمد صلى الله عليه و سلم من غير تحريف ولا تعطيل ومن غير تكييف ولا تمثيل بل يؤمنون بأن الله سبحانه ليس كمثله شيء وهو السميع البصير . فلا ينفون عنه ما وصف به نفسه ولا يحرفون الكلم عن مواضعه ولا يلحدون في أسماء الله وآياته ولا يكيفون ولا يمثلون صفاته بصفات خلقه لأنه سبحانه لا سمي له ولا كفو له ولا ند له ولا يقاس بخلقه سبحانه وتعالى فإنه أعلم بنفسه وبغيره وأصدق قيلا وأحسن حديثا من خلقه
Diantara bentuk keimanan kepada Allah adalah beriman dengan apa yang telah Allah sifatkan untuk diri-Nya sendiri didalam kitab-Nya, dan juga (beriman) dengan apa yang telah disifati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa tahrif (memalingkan maknanya), atau Ta’thil (menolak maknanya), atau takyif (menanyakan bagaimana sifat Allah?), atau tamtsil (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluknya). Bahkan, mereka (ahlus sunnah) beriman bahwa Allah Subhanahu tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan-Nya, dan Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Maka mereka (Ahlus Sunnah) tidak meniadakan dari Allah apa yang telah Dia sifatkan untuk diri-Nya sendiri, tidak juga memalingkan pembicaran dari tempatnya, dan tidak membelokkan makna nama-nama Allah dan ayat-ayat-Nya. Mereka juga tidak menanyakan bagaimana? Tidak pula menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Karena, Allah Subhanahu tidak ada yang serupa, menandingi, dan menyamai-Nya. Dan Tidak boleh mengkiaskan Allah dengan makhluk-Nya Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia lebih tahu tentang diri-Nya dan diri selain-Nya. Dia lebih benar ucapan-Nya dan lebih indah perkataan-Nya daripada makhluk-Nya.”
Wallahu a’lam
Sumber rujukan:
Min A’lamil Mujaddidin, karya Syaikh Sholih Al-Fauzan
Al-’Aqidah Al-Wasitiyah

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management